Lojikata, Riyadh, Arab Saudi – Saat Aramco, raksasa minyak milik negara Arab Saudi, mengumumkan dividen tunai senilai USD 31 miliar atau sekitar Rp483,4 triliun, dunia pasar global menahan napas. Pembagian ini menjadikannya sebagai dividen terbesar di dunia, bahkan ketika kondisi utang bersih perusahaan meningkat signifikan menjadi USD 8,9 miliar dari tahun sebelumnya.
Kebijakan ini mencerminkan prioritas strategis pemerintah Saudi untuk tetap mengalirkan dana segar ke kas negara. Di saat harga minyak tak lagi sefantastis puncaknya, Aramco tetap menjadi penyokong utama anggaran, membuktikan perannya yang lebih dari sekadar perusahaan energi: ia adalah jantung fiskal kerajaan.
Berita Terkait
Namun langkah ini tak datang tanpa pertanyaan. Arus kas bebas Aramco tercatat hanya sebesar USD 22 miliar, jauh di bawah nilai dividen yang dibagikan. Artinya, sebagian besar dividen dibiayai dari utang baru. Situasi ini membentuk narasi baru: sampai kapan pola ini bisa dipertahankan tanpa menggerus daya tahan finansial jangka panjang?
Seiring proyek ambisius seperti Neom terus dikembangkan, dan pembiayaan pembangunan infrastruktur meluas, beban keuangan Aramco semakin kompleks. Ketika pembayaran dividen menjadi kewajiban yang didahulukan, ruang bagi ekspansi dan inovasi menjadi lebih sempit. Di sinilah risiko mulai menyelinap: keseimbangan antara kepentingan jangka pendek negara dan keberlanjutan perusahaan dalam jangka panjang.
Langkah Aramco bukan semata soal laporan keuangan, tetapi juga refleksi atas model negara-pasar yang saling mengikat. Dalam kasus ini, sebuah perusahaan tak lagi hanya mengukur laba, tapi juga menjadi lengan fiskal negara. Di sinilah batas antara korporasi dan kebijakan publik semakin kabur, dan konsekuensinya bisa menentukan arah ekonomi Timur Tengah ke depan. (IN/LJK)
Sumber: Kontan.co.id https://amp.kontan.co.id/news/laba-saudi-aramco-susut-15-pada-kuartal-iii-2024-tetap-pertahankan-dividen-besar