Lojikata, Samarinda – Samarinda berubah menjadi pentas global saat East Borneo International Folklore Festival atau EBIFF 2025 menyapa setiap orang dengan warna, suara, dan gerak budaya dari berbagai belahan dunia. Di halaman Kantor Gubernur, festival ini membuka jendela harmoni dalam bentuk nyata, kehidupan lintas bangsa dan daerah bertemu dalam dialog seni yang khidmat dan penuh cerita.
Dimulai pada 25 Juli dan berlangsung hingga 29 Juli, festival bertema Symphony of The World in East Borneo menjadi ruang berharga pertemuan budaya untuk delegasi lokal dan internasional. Lebih dari 400 peserta ikut serta dalam kirab budaya yang berjalan sepanjang jalan utama Samarinda, membuka cerita dari Rusia, Korea Selatan, Polandia, India, hingga komunitas seni dari Nusantara.
Sepagi fajar Jumat (25/7), rute parade melewati Simpang Taman Samarendah hingga sisi belakang Kantor Gubernur. Masyarakat tumpah ruah menyemarakkan jalanan, menyaksikan kostum tradisional dan seni pertunjukan yang tak biasa. Kirab tersebut adalah panggilan bagi kota, bukan sekadar parade tetapi sebuah barometer bagaimana budaya bisa menyairkan kebersamaan dalam riuhnya globalisasi.
Ririn Sari Dewi, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi, menegaskan bahwa festival ini bukan sekadar tontonan, melainkan mekanisme diplomasi budaya dan pemicu “ekonomi kreatif berbasis identitas”. Ia berharap EBIFF dapat memperkuat citra Kaltim sebagai destinasi budaya dunia dan menjadi pandemi storytelling yang menggerakkan UMKM lokal serta menumbuhkan kebanggaan akan warisan seni daerah.
Jika jembatan adalah metafora pertemuan lintas ruang dan waktu, maka EBIFF adalah jembatan budaya yang nyata. Festival ini menunjukkan bahwa keberagaman bukan soal perbedaan, tetapi soal kesejajaran nilai. Ketika musik dari Polandia berirama dengan tari dari Nusantara dan kostum India melintas di jalan Samarinda, kita melihat satu pandangan besar: dunia yang tak lagi membatasi jejak manusia. Adem di pandangan, bergema di hati, itulah EBIFF, harmoni dalam gerak dan harmoni dalam makna. (IN/LJK)