Balikpapan, Lojikata – Di permukaan, program makan bergizi gratis tampak seperti kebijakan sosial yang murni bertujuan mengatasi masalah gizi masyarakat. Namun, bila kita bedah secara sistemik, yang lebih menarik justru bukan isi program makan-makannya, melainkan infrastruktur distribusi pangan yang diam-diam sedang dibangun.
Distribusi pangan skala nasional bukan perkara sederhana. Ia membutuhkan rantai pasok yang solid: dari produsen di desa, transportasi lintas provinsi, hingga titik distribusi akhir di sekolah atau komunitas. Dan inilah yang sering luput dari pembahasan publik saat negara menggerakkan logistik pangan secara terpusat, ia sedang membangun “urat nadi” yang sama pentingnya seperti jalur suplai di medan perang.
Sejarah membuktikan, logistik adalah inti dari kemenangan dalam peperangan. Jenderal Dwight D. Eisenhower pernah menegaskan bahwa “You will not find it difficult to prove that battles, campaigns, and even wars have been won or lost primarily because of logistics.”
Jalur distribusi pangan bukan hanya alat pemenuhan kebutuhan sipil, tetapi juga instrumen strategis yang dapat diubah fungsinya sewaktu-waktu untuk situasi darurat dari bencana alam hingga konflik bersenjata.
Ketika pemerintah mengoperasikan sistem ini dengan skala masif, mereka secara tidak langsung sedang melakukan simulasi militer dalam bentuk sipil. Setiap pengiriman, setiap koordinasi antar wilayah, dan setiap penguatan gudang logistik adalah bagian dari “latihan tempur” yang dibungkus sebagai kebijakan kesejahteraan.
Inilah yang jarang disadari publik. Program makan bergizi gratis bukan sekadar urusan dapur, melainkan pembangunan infrastruktur strategis yang dapat menentukan ketahanan nasional di masa depan.
Dalam terminologi geopolitik, ini adalah war mode in peacetime mode peperangan di tengah kedamaian, di mana jalur logistik menjadi senjata paling sunyi, namun paling menentukan.
Balikpapan, 15 Agustus 2025
Dastyargo Hartono
(LJK/DH)