Lojikata, Jakarta – Paruh pertama tahun 2025 menorehkan luka besar yang tak sepele: bencana alam di berbagai penjuru dunia telah merengkuh kerugian ekonomi hingga US$ 135 miliar, sebuah angka yang menggambarkan bahwa alam bukan hanya guru kebesaran, tetapi pengingat bahwa kehancuran juga punya harga mahal. Angka itu mencakup dampak gempa bumi, banjir bandang, badai tropis, dan gelombang panas yang ekstrem, baik terhadap fisik infrastruktur maupun kesehatan publik.
Kerugian ini bukan hanya soal bangunan jebol, jalan putus, atau tanaman padi yang hancur. Ia termasuk biaya medis, gangguan rantai pasok, hilangnya jam kerja, serta kerusakan pada ekosistem yang tidak mudah dihitung secara mata. Negara-negara berkembang menjadi yang paling terpukul, baik karena sumber daya mitigasi yang terbatas maupun karena tekanan iklim yang semakin membuncah.
Para ilmuwan iklim dan penyusun lembaga keuangan internasional memperingatkan bahwa meski $135 miliar adalah angka yang besar, ini baru separuh catatan pertengahan tahun. Jika tren cuaca ekstrem, deforestasi, dan urbanisasi yang tidak diatur terus berjalan, angka ini bisa melesat lebih tinggi. Dan yang paling tragis adalah bahwa sebagian kerugian ini bisa dihindari melalui usaha mitigasi awal, membangun sistem peringatan dini, infrastruktur tahan bencana, konservasi lingkungan, serta perencanaan kota yang bersahabat terhadap alam.
Di balik statistik itu terkandung pesan moral: bahwa pertumbuhan ekonomi dan pembangunan tidak boleh berjalan lepas dari kecerdasan ekologis. Kesejahteraan manusia tak hanya diukur dari GDP yang tumbuh, tetapi dari kemampuan kita menjaga agar bumi tetap hidup, awan tidak berubah jadi abu, hujan tidak menjadi banjir, dan badai tidak merenggut masa depan. (IN/LJK)
Sumber: Kompas https://lestari.kompas.com/read/2025/08/07/180300286/bencana-alam-sebabkan-kerugian-ekonomi-135-miliar-dollar-as-di-paruh-pertama