Lojikata, Jakarta – Di Kota Tua Yerusalem berdiri sekeping batu kapur yang diam namun penuh suara, dikenal sebagai Tembok Ratapan atau Western Wall. Bagian paling barat dari tembok penahan kuno yang dulunya mengelilingi Bukit Bait Suci, di sinilah harapan dan doa-doa umat Yahudi berlabuh, terutama setelah dua kuil suci mereka pernah hancur oleh kekuatan besar sejarah.
Tempat ini bukan sekadar reruntuhan fisik, melainkan ikon religius dan identitas kolektif. Kuil Pertama dan Kuil Kedua adalah pusat spiritual, lokasi dimana tabut perjanjian pernah dipandang sebagai tempat tinggal kehadiran ilahi. Setelah kehancuran Kuil Kedua oleh Romawi pada tahun 70 M, umat Yahudi kehilangan akses ke area utama tempat ibadah mereka. Tembok Ratapan menjadi titik terdekat yang tersisa untuk berbicara kepada Tuhan melalui doa, ratapan, dan harapan akan masa depan yang menyatu kembali.
Berita Terkait
Strukturalnya, tembok ini terdiri dari barisan batu kapur besar—bagian atasnya yang terlihat di permukaan melambangkan kekokohan iman, sementara bagian bawah yang tertanam dalam tanah mengingatkan bahwa akar sejarahnya dalam dan tertanam kuat dalam lapisan waktu. Panjang Tembok Barat secara penuh dahulu sekitar 485 meter, kini yang tampak hanya sekitar 60 meter permukaannya. Namun meskipun terpotong, keautentikannya, secara fisik dan spiritual tetap diakui oleh ahli sejarah dan arkeologi.
Umat Yahudi datang ke Tembok Ratapan bukan hanya membawa doa di bibir, tetapi juga secarik kertas doa yang mereka selipkan ke celah batu-batunya. Ada ritual kesunyian, ada ratapan doa atas kehilangan, dan ada juga kerinduan ritual dan spiritualitas yang tak pernah lenyap meski sejarah dan politik mengubah batas-batas tanah dan kekuasaan.
Tembok Ratapan mengajak kita merenung bahwa terkadang yang tersisa dari sebuah kehancuran, apabila dipelihara dengan iman, bisa menjadi lebih besar dari bangunan megah yang hilang. Di setiap retakan batu tertanam doa-doa, di setiap ratapan ada tuntutan agar masa lalu tidak hanya dikenang, tetapi mendidik keberanian untuk membangun kembali. Tembok itu bukan hanya batu, tetapi jiwa umat yang tak pernah menyerah percaya bahwa suatu hari persatuan iman, harapan, dan identitas bisa menemukan kembali jalannya. (IN/LJK)
Sumber: CNN Indonesia https://www.cnnindonesia.com/internasional/20250805142956-120-1258959/apa-itu-tembok-ratapan-yerusalem-yang-diyakini-umat-yahudi-situs-suci