Lojikata, Bontang – Kabar itu beredar cepat di Bontang: seorang investor disebut telah menyatakan minat membangun hotel bintang lima dengan nilai investasi sekitar Rp75 miliar, tepat di kawasan rumah jabatan Wali Kota. Informasi ini menyalakan kembali perbincangan tentang arah tata ruang, strategi ekonomi kota, serta cara Bontang memosisikan diri di peta pariwisata dan bisnis Kalimantan Timur. Sebab sebuah hotel berkelas internasional bukan sekadar bangunan, tetapi infrastruktur reputasi yang akan mengubah ritme kota, dari pola layanan publik hingga ekosistem industri kreatif yang menyertainya.
Rencana ini, bila berlanjut, akan menguji sejauh mana pemerintah daerah mampu menyeimbangkan dua hal sekaligus. Di satu sisi ada kebutuhan mendorong pertumbuhan ekonomi baru melalui amenitas kelas atas yang bisa menarik pertemuan bisnis, konferensi, dan wisatawan dengan daya beli tinggi. Di sisi lain ada tanggung jawab memastikan tata kelola aset publik tetap transparan, adil, dan selaras dengan rencana tata ruang wilayah. Pertanyaan penting yang akan muncul berikutnya adalah bagaimana skema kerja sama yang digunakan, bagaimana akuntabilitasnya, serta apa manfaat langsung yang bisa dirasakan warga kota.
Hotel bintang lima akan membawa implikasi yang luas. Lapangan kerja baru, potensi peningkatan pendapatan asli daerah, dan peluang tumbuhnya usaha kecil menengah di sekitar kawasan akan menjadi peluang yang perlu direncanakan secara matang. Namun begitu, faktor sosial juga patut diperhitungkan. Ruang komunal, akses publik, hingga potensi perubahan sosial di kawasan sekitar harus ditempatkan dalam analisis dampak yang komprehensif. Investasi fisik, tanpa investasi sosial, hanya akan menghasilkan bangunan megah tanpa akar.
Kota ini sedang membutuhkan simbol optimisme yang baru. Jika proyek tersebut kelak benar-benar berjalan, Bontang berpeluang menjadi etalase baru ekonomi jasa di luar bayang-bayang industri ekstraktif. Namun bila prosesnya tidak transparan dan partisipatif, harapan publik bisa dengan cepat berubah menjadi kecurigaan. Di titik inilah kepemimpinan, komunikasi publik yang terbuka, serta komitmen pada tata kelola yang baik akan diuji.
Pada akhirnya, rencana hotel bintang lima ini adalah undangan bagi Bontang untuk menata ulang mimpi kotanya. Sebuah kesempatan untuk mempertemukan pertumbuhan ekonomi dengan keadilan tata ruang, antara investasi besar dengan rasa memiliki warga. Yang menentukan bukan hanya besarnya angka Rp75 miliar, tetapi sejauh mana angka itu diterjemahkan menjadi manfaat nyata dan berkelanjutan. (IN/LJK)