Lojikata, Jakarta – Di Seoul, di sudut‑sudut kampus dan café startup yang mencolok dengan layar cetak biru dan jargon teknologi, ada keheningan yang berbicara lantang tentang masa depan bangsa. Generasi muda Korea Selatan kini semakin acuh terhadap gagasan reunifikasi dengan Korea Utara, bagi mereka, reunifikasi bukan lagi mimpi patriotik, tetapi beban ekonomi dan politik yang dipandang tidak relevan.
Meski semasa kecil mereka terbiasa mendengar kisah tentang satu bangsa yang terpecah oleh perang dingin dan garis demarkasi, generasi millennial dan Gen‑Z kini lebih memilih membangun karier global, keamanan finansial, dan kebebasan individual. Mereka melihat bahwa reunifikasi membawa konsekuensi yang berat: integrasi infrastruktur, perbedaan standar pendidikan dan kesehatan, potensi konflik politik, serta beban anggaran pemerintah yang besar.
Berita Terkait
Sejarah tetap membayang. Sejak gencatan senjata tahun 1953 yang mengakhiri pertempuran terbuka Perang Korea, kedua Korea hidup dalam ketegangan diplomatik dan simbolik; reuni tetap jadi bagian dari retorika pejabat dan harapan rakyat tua. Namun langkah‑langkah simbolis itu sering tidak diiringi oleh kepastian praktis yang nyata. Kontak antar‑warga dan pertemuan budaya sesekali saja tak cukup meyakinkan bahwa dua negara yang sudah hampir 70 tahun terpisah secara de facto bisa dibalikkan.
Presiden Korea Selatan Lee Jae‑Myung, yang dilantik awal tahun ini, pernah menyuarakan keinginan untuk melanjutkan dialog perdamaian; ia menyebut bahwa membangun keamanan yang tak pernah perlu perang adalah jalan terkuat. Namun bagi banyak generasi muda, kata “dialog” tak cukup. Mereka ingin bukti konkret: kebijakan publik, jaminan sosial, stabilitas ekonomi, dan pengakuan bahwa kehidupan mereka bergerak cepat di bawah tekanan global yang tak berhenti.
Titik balik ini bukan berarti luntur cinta tanah air, melainkan redefinisi masa depan. Generasi muda Korea Selatan tidak menolak reunifikasi karena kehilangan sejarah, tetapi karena mempertanyakan relevansi masa lalu dalam konteks hidup mereka hari ini. Mereka tidak hanya meminta pemimpin berbicara, tetapi bertindak: tentang peluang, keamanan, dan nilai hidup yang nyata.
Reunifikasi tidak lagi menjadi aspirasi yang diungkap dalam pidato kenegaraan; ia harus menghadapi realitas ekonomi, politik, dan sosial modern. Jika tidak, ia akan tinggal sebagai kenangan indah yang tak sanggup dipertahankan oleh beban sekarang. (IN/LJK)
Sumber: SindoNews https://international.sindonews.com/read/1600827/40/generasi-muda-korea-selatan-tak-lagi-tertarik-dengan-reunifikasi-dengan-korea-utara-1754035735