Lojikata, Balikpapan – Tahun ajaran baru kembali dimulai, dan ribuan siswa baru di seluruh Indonesia memasuki lingkungan sekolah dengan antusias, rasa ingin tahu, dan sedikit gugup. Tradisi tahunan yang dulu dikenal sebagai Ospek kini resmi berganti menjadi Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Semangat menyambut siswa baru tetap sama, namun caranya kini lebih manusiawi, edukatif, dan yang terpenting: dilindungi oleh aturan hukum.
Ospek, singkatan dari Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus di perguruan tinggi, dulunya juga digunakan secara tidak resmi di sekolah-sekolah untuk menyebut masa orientasi yang sering kali diwarnai perploncoan, intimidasi, dan tugas-tugas yang kadang tidak masuk akal. Praktik-praktik itu sering kali menjurus ke kekerasan psikis maupun fisik yang tidak mendidik.
Kini, pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi Siswa Baru secara tegas melarang segala bentuk kekerasan dan perploncoan dalam kegiatan orientasi. Pasal 4 Permendikbud itu menyatakan bahwa kegiatan pengenalan lingkungan sekolah hanya boleh dilaksanakan oleh guru dan dilarang melibatkan siswa senior, yang sebelumnya sering menjadi pemicu perundungan.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juga memberi dasar hukum yang jelas: pasal 54 UU tersebut menyatakan bahwa anak di lingkungan pendidikan wajib dilindungi dari tindakan kekerasan, diskriminasi, perundungan, dan perlakuan salah lainnya.
Kini, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) diisi dengan kegiatan yang lebih relevan dan mendidik: pengenalan visi-misi sekolah, aturan tata tertib, fasilitas, organisasi siswa, hingga edukasi tentang hak dan kewajiban sebagai peserta didik. Semua itu dirancang untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya diri bagi siswa baru.
Seorang guru SMP di Balikpapan, saat diwawancarai Lojikata, mengungkapkan: “Awalnya banyak orang tua yang khawatir MPLS terlalu ringan. Tapi nyatanya siswa malah lebih cepat akrab, tidak takut, dan lebih siap belajar karena mereka merasa dihargai sejak hari pertama,” ujarnya.
Bagi masyarakat Indonesia yang lama terbiasa dengan “ritual” ospek yang keras, MPLS adalah tanda bahwa pendidikan kita bergerak ke arah yang lebih bermartabat dan berorientasi pada masa depan. Ini bukan hanya soal memulai tahun ajaran baru, tetapi juga soal bagaimana sekolah menjadi ruang aman bagi anak-anak kita.
Lojikata melihat perubahan ini sebagai simbol bahwa mendidik bukan soal menakut-nakuti, melainkan soal membimbing dengan hormat dan kasih. MPLS menjadi bukti bahwa sekolah bisa tetap hangat dan bersahabat, tanpa mengorbankan wibawa atau kualitas.
Sumber: Liputan pendidikan nasional dan wawancara guru lokal untuk Lojikata.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi Siswa Baru (jdih.kemdikbud.go.id)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (jdih.bpk.go.id)