Lojikata, Samarinda – Di Kaltim, angka tak lagi sekadar data. Ia berubah menjadi cermin kenyataan yang terasa di meja makan, di kantong belanja, di rute harian menuju sekolah dan rumah sakit. Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur mencatat lonjakan inflasi pada Oktober 2024 yang memberi pesan penting: bahwa ekonomi bukan sekadar hitungan, melainkan denyut kehidupan.
Secara tahunan atau year on year, inflasi di Kaltim mencapai 1,75 persen. Artinya, dalam satu tahun terakhir, harga barang dan jasa mengalami kenaikan yang cukup nyata. Indeks Harga Konsumen atau IHK melonjak dari 104,69 pada Oktober 2023 menjadi 106,52 pada Oktober 2024. Meski di bulan itu terjadi sedikit deflasi secara month to month sebesar 0,16 persen, tekanan ekonomi tetap terasa. Hingga Oktober, secara akumulatif sejak awal tahun, inflasi year to date telah menyentuh angka 1,08 persen.
Angka ini tak hadir dari ruang hampa. Kenaikan IHK terutama digerakkan oleh kebutuhan paling mendasar: pangan. Beras, ikan, daging, sayuran, dan buah-buahan menjadi penyumbang terbesar lonjakan harga. Ketika harga-harga ini bergeser naik, bukan hanya ekonomi yang terdampak, tetapi juga cara hidup dan pola makan masyarakat.
Tak hanya pangan yang menyumbang inflasi. Kelompok jasa juga mengambil peran penting. Kesehatan, pendidikan, dan transportasi mengalami kenaikan yang turut mempersempit ruang gerak masyarakat, terutama kelas menengah dan bawah. Kenaikan biaya hidup ini tak sekadar menciptakan tantangan, tetapi juga mendesak perlunya inovasi kebijakan dan kepekaan sosial yang lebih tajam dari pemerintah daerah.
Apa yang terjadi pada Oktober bukan sekadar kabar bulanan dari BPS, melainkan potret kolektif masyarakat Kaltim yang harus mengelola ulang anggaran rumah tangga, menimbang ulang kebutuhan, dan menjaga ketahanan dalam tekanan harga. Dalam konteks ini, inflasi tidak hanya menjadi indikator ekonomi, melainkan juga narasi tentang keadilan, pemerataan, dan daya hidup warga. (IN/LJK)