Lojikata, Jakarta – Ketika megahnya panggung ibu kota baru mulai terasa, muncul suara kritis dari dalam parlemen. Sudjatmiko, anggota Komisi V DPR, menyuarakan satu kegelisahan yang mendalam: jangan sampai Ibu Kota Nusantara berubah menjadi ibu dari beban jangka panjang. Ia mengingatkan bahwa proyek ini bukan sekadar simbol politik, melainkan tanggung jawab fiskal dan sosial yang harus dijaga ketat agar tidak menjadi warisan pertanyaan di depan publik.
Proyek IKN memang mengandung angka besar: APBN fase pertama telah menyediakan anggaran Rp 86 triliun, lalu dukungan swasta menyumbang Rp 58 triliun, dan tahap selanjutnya diperkirakan membebani tambahan Rp 48,8 triliun. Sudjatmiko bukan penolak pembangunan, ia justru mendesak agar anggaran dan progresnya dikawal secara transparan, agar partisipasi masyarakat lokal tak sekadar formalitas, tetapi bagian dari keputusan strategis pembangunan.
Ia menekankan bahwa pembangunan infrastruktur dasar dan layanan publik adalah fondasi utama agar kota ini bisa hidup berkelanjutan: air bersih, listrik andal, transportasi yang efisien, serta lingkungan yang dihormati. Perlindungan terhadap masyarakat adat dan pelestarian ekologis menjadi panggilan moral yang tak boleh dipandang sebelah mata. Menurutnya, IKN akan menjadi simbol kebangkitan demokrasi dan keadilan sosial jika dibangun dengan dasar tersebut.
Respon pemerintah terhadap keprihatinan ini tegas: pembangunan tetap berjalan sesuai rencana. Mensesneg menegaskan bahwa jadwal target tiga tahun tetap didepan mata. Meski demikian Banggar DPR memastikan proyek ini tidak akan mangkrak karena merupakan amanat UU, serta anggaran Otorita IKN akan dianggarkan tiap tahun sesuai kebutuhan prioritas. Adanya fluktuasi anggaran tidak berarti terhenti—justru setiap tahun harus tersedia komitmen fiskal yang berkelanjutan.
Sudjatmiko menggambarkan kritik konstruktif yang penting bagi demokrasi: bahwa proyek sebesar IKN bisa menjadi simbol kemajuan atau ladang risiko besar, tergantung niat eksekusi dan mekanisme pengawasannya. Karena mengelola ibu kota bukan hanya soal bangunan tunggal, tetapi soal membangun sistem yang dapat dimiliki, dipantau, dan dimaknai oleh publik. Di situ keadilan sosial dan legitimasi demokrasi diuji, bukan hanya perjalanan proyeknya. (IN/LJK)
Sumber: Kompas.com https://nasional.kompas.com/read/2025/07/26/16071631/sorot-pembangunan-ikn-anggota-dpr-jangan-jadi-ambisi-dan-beban-jangka