Lojikata, Washington, DC, Amerika Serikat – Saat Presiden AS Donald Trump melontarkan keputusan untuk mengenakan tarif impor sebesar 19% atas produk dari Indonesia, gema langkah diplomatik dan ekonomi pun terdengar nyaring, memancing tanya apakah ini “kemunduran strategis” atau sebenarnya merupakan “panggilan bangkit” bagi negeri kita.
Sejak awal masa jabatannya, Trump memang terkenal dengan kebijakan proteksionisnya yang lugas. Namun keputusan ini terasa berbeda: menyasar Indonesia bukan hanya karena volume ekspor Indonesia ke AS, tapi juga lantaran struktur dagang kita yang semakin merangkak naik tiap tahun. Menteri Perdagangan AS sendiri menyebut langkah ini sebagai bagian dari “penyeimbangan neraca dagang yang selama ini timpang”.
Dampak langsung terasa di sebagian pelaku usaha eksportir, terutama sektor kelapa sawit, tekstil, alas kaki, dan mebel. Mereka kini harus menjalani simulasi baru terhadap efisiensi biaya, diversifikasi pasar, dan perluasan jaringan. “Peningkatan tarif ini membuat kami harus mengubah strategi ekspor ke AS, dan perlahan memperkuat pasar alternatif,” ungkap Budi Santoso, Direktur Ekspor PT Nusantara Maju, yang selama lebih dari satu dekade menembus pasar Amerika Serikat. Budi menilai, “Tantangan ini memaksa eksportir Indonesia melakukan transformasi bisnis lebih sistematis dan cepat.”
Lebih jauh, Pemerintah Indonesia responsif: Kementerian Perdagangan dan BKPM menyatakan akan mempercepat pembukaan pasar strategis seperti Uni Eropa, Tiongkok, dan India. Begitu pula upaya diplomasi bilateral terus digelorakan demi mengoptimalisasi free trade agreements yang sudah tergarap.
Di lapangan, kalangan pengusaha pun mulai menggenjot inovasi, menyiasati tarif dengan menambah nilai tambah produk dalam negeri. Ada pula yang mempercepat sertifikasi organik dan persyaratan GMP untuk memasuki ceruk pasar menarik di luar AS. Strategi ini, menurut catatan para analis, tidak hanya bisa menahan dampak jangka pendek, tetapi juga meningkatkan daya saing Indonesia secara global.
Dalam kerangka makro, kebijakan Trump ini membuka peluang refleksi: Akankah Indonesia terus bergantung pada satu pasar utama? Atau ini saat yang tepat untuk benar-benar merajut kekuatan ekonomi dalam negeri, memperkaya portofolio pasar global, dan memperkuat integrasi industri modern? (IN/LJK)
Sumber: BBC Indonesia, https://www.bbc.com/indonesia/articles/c9w125qepe5o